3. Menginformasikan
pembaca berbagai faktor penyebab ketimpangan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 UNDANG
UNDANG OTONOMI DAERAH
Beberapa
aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Di Daerah
2.
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
2.2 PERUBAHAN
PENERIMAAN DAERAH DAN PERANAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
Secara sederhana, perubahan APBD
dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk menyesuaikan rencana
keuangannya dengan perkembangan yang terjadi. Perkembangan dimaksud bisa
berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau
sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi pergeseran-pergeseran dalam
satu SKPD.
Perubahan atas setiap komponen APBD
memiliki latar belakang dan alasan berbeda. Ada perbedaan alasan untuk
perubahan anggaran pendapatan dan perubahan anggaran belanja. Begitu juga untuk
alasan perubahan atas anggaran pembiayaan, kecuali untuk penerimaan pembiayaan
berupa SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu), yang memang menjadi
salah satu alasan utama merngapa perubahan APBD dilakukan.
Perubahan
atas pendapatan, terutama PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku
oportunisme para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD.
Namun, tak jarang perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi
di parlemen daerah (DPRD). Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun
anggaran yang sedang berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena (a)
tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran, (b)
perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, dan (c) penyesuaian
target berdasarkan perkembangan terkini.
Ada beberapa kondisi yang
menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:
1. Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan
terlalu rendah). Jika sebuah angkat untuk target pendapatan sudah ditetapkan
dalam APBD, maka angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh
eksekutif. Target dimaksud merupakan jumlah terendah yang “diperintahkan” oleh
DPRD kepada eksekutif untuk dicari dan menambah penerimaan dalam kas daerah.
2. Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami
sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang
dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer. Dalam
penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep partisipatif, SKPD mempunyai
ruang untuk membuat budget slack karena memiliki keunggulan
informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding DPRD.
3. Jika dalam APBD “murni” target PAD underestimated, maka
dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar
mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P.
Penambahan target PAD ini dapat diartikan sebagai hasil evaluasi atas
“keberhasilan” belanja modal dalam mengungkit (leveraging) PAD,
khususnya yang terealisasi dan tercapai outcome-nya pada tahun
anggaran sebelumnya.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, PAD
seharusnya merupakan sumber utama keuangan daerah dalam membiayai kegiatan
pemerintahan dan pembangunan, sedangkan kekurangan pendanaan ditunjang dari
dana perimbangan. Namun dalam kenyataannya, dana perimbangan merupakan sumber
dana utama pemerintah daerah.
Untuk mengetahui tujuan dari peranan pendapatan ini
adalah :
1.
Untuk mengetahui peranan PAD sebagai sumber penerimaan
dalam pembiayaan APBD.
2.
Untuk mengetahui peranan DAU sebagai sumber penerimaan
dalam pembiayaan APBD.
3. Untuk mengetahui apa saja usaha pemerintah untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
4. Mengetahui apa saja kendala yang dihadapi
pemerintah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
5. Untuk mengetahui apa saja usaha pemerintah dalam hal
mengatasi kendala dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
1. Peranan PAD dalam APBD memberikan kontribusi rata-rata
pertahunya 7,49 persen dengan adanya peningkatan kontribusi di tiap tahunnya
yaitu tertinggi pada tahun 2011 dengan kontribusi sebesar 9,37 persen.
2. Peranan DAU dalam APBD memberikan kontribusi rata-rata
pertahunya 66,38 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah lebih
banyak menggunakan DAU daripada PAD untuk belanja daerah. Secara umum kebijakan
peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari sektor pajak yang dilakukan oleh
pemerintah merupakan kebijakan dalam bentuk intensifikasi.
Sedangkan kendala yang dihadapi pemerintah untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah antara lain masih rendahnya tingkat
kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak daerah maupun retribusi daerah. Usaha
pemerintah dalam hal mengatasi kendala dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah
dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.
2.3 PEMBANGUNAN
EKONOMI REGIONAL
Pembangunan
ekonomi regional merupakan suatu tindakan yang dilakukan pemerintah daerah
untuk memajukan kondisi perekonomian daerah itu. Walaupun di daerah namun
kondisi dan kegiatan ekonominya harus diawasi agar berjalan dengan baik.
Pemerintah daerah melakukan berbagai cara agar ekonomi daerah itu berjalan baik
bahkan dapat lebih maju dari daerah yang lainnya. Salah satu caranya itu dengan
meningkatkan sumber daya manusia agar mampu memanfaatkan SDA , penetapan pajak
daerah , dan menarik para investor agar mau berinvestasi di daerah itu. Dengan
bantuan otonomi daerah ini setiap daerah sekarang mampu menentukan sendiri
bagaimana caranya agar ekonomi regional mereka terus maju.
2.4 FAKTOR
FAKTOR PENYEBAB KETIMPANGAN
Dalam setiap
daerah pasti mengalami permasalahan yang terjadi baik antar wilayah maupun
hanya wilayah itu saja. Seperti halnya dalam bidang ekonomi ada masanya
mengalami ketimpangan antar wilayah. Ketimpangan itu terjadi karena beberapa
faktor.
Berikut
faktor-faktor yang menyebabkan Ketimpangan :
1.
Konsentrasi Pembangunan Ekonomi
Setiap ekonomi daerah berbeda-beda tergantung dengan
seberapa kuat pemerintahan daerahnya melakukan usaha agar daerah memiliki
pendapatan daerah yang tinggi. Namun jika satu daerah memiliki pendapatan
daerah yang tinggi sedangkan daerah lainnya memliki pendapatan rendah karena
pemerintah daerahnya tidak terkonsentrasi pada pembangunan ekonomi, hal itu
menimbulkan ketimpangan antar wilayah/daerah.
2.
Alokasi Investasi
Investasi
yang dilakukan pihak asing di daerah juga menyebabkan ketimpangan karena tidak
semua investor mau berinvestasi di daerah tergantung oleh SDA yang tersedia dan
infrastruktur yang memadai.
3.
Perbedaan Sumber Daya Alam
Perbedaan
SDA yang dimiliki juga menimbulkan ketimpangan karena tidak semua daerah
memiliki sumber daya alam.
4.
Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Provinsi
Tidak semua daerah dapat melakukan kegiatan
perdagangan dengan lancar dan mudah. Di daerah tidak seperti di kota yang masih
terbatais oleh transportasi dan komunikasi yang memadai sehingga menimbulkan
ketimpangan.
5.
Perbedaan Kondisi Demografis
Kondisi
demografis setiap daerah berbeda tergantung pada tingkat pendidikan, tingkat
kepadatan penduduk dan pertumbuhan penduduknya. Perbedaan kondisi demografis
ini berdampak pada ketimpangan dalam ekonomi seperti pada kegiatan perdagangan.
2.5 PEMBANGUNAN INDONESIA BAGIAN TIMUR
Di Indonesia
pemerataan pembangunan ekonomi masih belum merata karena beberapa faktor yang
saya sebutkan diatas tadi. Terutama wilayah Indonesia bagian timur karena sulit
tejangkau dan jarang diperhatikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ekonomi disana
tidak sebaik ekonomi di pulau Jawa dan sekitarnya karena masih adanya
kemiskinan dan keterbatasan pendidikan yang menyebabkan SDM rendah. Dengan
adanya pembagian otonomi daerah ini sedikit memperbaiki kondisi ekonomi di
wilayah timur secara perlahan. Berbagai cara dilakukan dengan memperbaiki SDM
yang rendah dan meningkatkan kualitas pendidikan setiap individu. Sebaiknya
pemerintah pusat memberi perhatian lebih kepada derah terpencil agar mereka
dapat hidup layaknya masyarakat di pulau Jawa dengan kondisi ekonomi yang cukup
baik.
2.6 TEORI
DAN ANALISIS PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Ada beberapa teori dalam pembangunan ekonomi daerah yang
umum digunakan, diantaranya :
1.
Teori Basis Ekonomi
Teori ini menjelaskan bahwa dalam pembangunan ekonomi
daerah dipengaruhi oleh permintaan akan barang dan jasa yang dihasilkan dari
daerah itu yang akan dibeli oleh pihak luar/asing.
2.
Teori Lokasi
Setiap daerah dapat menarik investor terutama dibidang industri apabila
daerah itu dekat untuk pengambilan bahan dan dekat dengan pasar. Karena
industri meminimalkan modal dan memaksimalkan keuntungan.
3.
Teori Daya Tarik Industri
Suatu daerah akan menarik industri
apabila memadai dari segi jalan , transportasi dan komunikasi yang lancar. Dari
industri ini dapat memberikan pendapatan dan kemajuan ekonomi kepada daerah itu
sendiri.
Adapula
beberapa metode analisis untuk menganalisi pembangunan ekonomi daerah, yaitu :
a.
Analisis SS
Analisis ini memberikan kesimpulan atas perbandingan
perekonomian daerah yang satu dengan daerah lain yang lebih maju ekonominya.
b.
Location Quotients
Metode ini melihat konsentrasi kegiatan ekonomi suatu
daerah dengan daerah yang lain namun masih sama tingkatannya.
c.
Angka Penggandaan Pendapatan
Metode angka penggandaan pendapatan membandingkan
hasil pendapatan ekonomi suatu daerah dengan daerah lain dari sektor ekonomi
yang baru dilakukan.
d.
Analisis Input-Output
Metode ini paling sering digunakan karena
mempertahankan keseimbangan antar sektor yang menghasilkan pendapatan di daerah
itu.
2.7 CONTOH KASUS
Niat Pemerintah Evaluasi Dana Otsus Didukung
Pimpinan DPR
Rico Afrido
Simanjuntak
Rabu, 31 Januari
2018 - 14:17 WIB
views:
6.395
JAKARTA - Niat pemerintah mengevaluasi dana otonomi khusus
(Otsus) Papua, Aceh dan Yogyakarta didukung Wakil Ketua DPR RI Taufik
Kurniawan. Sebab, Taufik menilai realisasi dana Otsus itu belum tepat sasaran
dan signifikan, terutama dalam hal menyejahterakan masyarakat.
Adapun
niat pemerintah melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) itu disampaikan sebagai
buntut dari kasus wabah campak dan gizi buruk yang melanda Kabupaten Asmat,
Papua.
"Jadi
menuju ke tingkat kemakmurannya belum signifikan. Ini di mana kebocorannya. Ini
yang perlu kita evaluasi," ujar Taufik Kurniawan di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Dia
berpendapat, ratusan triliun dana Otsus Papua seharusnya setara dengan
peningkatan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat di wilayah itu.
"Tapi
di sana ternyata masih terbelakang dan tertinggal dengan daerah lain, ini yang
silakan untuk dievaluasi," tutur Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional
(PAN) ini.
Selain
itu, dia meminta evaluasi dana Otsus itu harus dilakukan secara transparan.
"Transparan artinya untuk apa saja yang ratusan triliun itu. Akuntabilitas
publiknya tentunya harus bisa dipertanggungjawabkan," ungkapnya.
Sumber :
https://nasional.sindonews.com/read/1278208/12/niat-pemerintah-evaluasi-dana-otsus-didukung-pimpinan-dpr-1517382697
Program Pembangunan Infrastruktur Harus Didukung
Penerapan K3
Cahya Sumirat
Senin,
5 Februari 2018 - 23:03 WIB
MANADO - Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam
program pembangunan sangat penting, apalagi ketika pemerintah sedang menggenjot
proyek infrastruktur seperti fasilitas transportasi baik udara, darat maupun
laut serta sarana prasarana penunjang lainnya. Hal ini disampaikan Wakil
Gubernur Sulawesi Utara Steven O.E. Kandouw saat upacara bulan K3 Nasional
Tahun 2018 di Gedung Mapalus,
"Program
pembangunan tersebut harus didukung dengan penerapan K3 agar pelaksanaannya
tidak terjadi kecelakaan serta penyakit saat kerja," kata Kandouw saat
membacakan sambutan tertulis Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri, Senin
(5/2/2018).
Dikatakannya
kecelakaan kerja berdampak pada kerugian material, korban jiwa, gangguan
kesehatan, dan mengganggu proses produksi. "Karena itu diperlukan upaya
untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja maupun penyakit saat bekerja
secara maksimal," ujarnya.
Berdasarkan
data BPJS Ketenagakerjaan Tahun 2015 telah terjadi kecelakaan kerja sebanyak
110.285 kasus sedangkan tahun 2016 sejumlah 105.182 kasus. Sehingga mengalami
penurunan sebanyak 4,6% sedangkan Agustus tahun 2017 terdapat sebanyak 80.392
kasus.
"Kementerian
Ketenagakerjaan sebagai pemegang kebijakan nasional tentang K3 sangat
mengharapkan dukungan pemerintah, pemerintah daerah, lembaga, masyarakat
industri untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan K3," terang dia.
Kandouw
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terus mengembangkan dan
membudayakan K3 sebagai bagian dari kontribusi untuk membangun bangsa dan
negara. Usai sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan launching unit reaksi cepat
(URC) pengawas ketenagakerjaan.
Kepala
BPJS Ketenagakerjaan Sulut Asri Basir dalam kesempatan tersebut menjelaskaan,
pencanangan kendaraam URC merupakan program kementerian untuk wilayah timur
baru dan Sulut yang melaksanakan.
“Tujuan
mobil URC ini adalah mobil operasional yang dipakai pengawas bersama BPJS
Ketenagakerjaan untuk mengejar perusahaan-perusahaan yang belum menjadi
peserta. Jadi ini operasional bersama,” ujarnya.
Sumber :
https://ekbis.sindonews.com/read/1279609/34/program-pembangunan-infrastruktur-harus-didukung-penerapan-k3-1517833219
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran
yang sedang berjalan karena beberapa sebab, diantaranya :
a. Tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat
penyusunan anggaran,
b.
Perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi
daerah, dan
c.
Penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini.
2. Cara-cara
pemerintah daerah untuk mengupayakan pembangunan ekonomi regional berjalan
baik, yaitu :
a.
Meningkatkan
sumber daya manusia agar mampu memanfaatkan SDA,
b.
Penetapan pajak
daerah, dan
c.
Menarik para
investor agar mau berinvestasi di daerah itu.
3.
Berikut
faktor-faktor yang menyebabkan Ketimpangan :
a.
Konsentrasi
Pembangunan Ekonomi
b.
Alokasi
Investasi
c.
Perbedaan Sumber
Daya Alam
d.
Kurang Lancarnya
Perdagangan Antar Provinsi
e.
Perbedaan
Kondisi Demografis
4. Di Indonesia pemerataan pembangunan ekonomi masih
belum merata. Terutama wilayah Indonesia bagian timur karena sulit tejangkau
dan jarang diperhatikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ekonomi disana tidak
sebaik ekonomi di pulau Jawa dan sekitarnya karena masih adanya kemiskinan dan
keterbatasan pendidikan yang menyebabkan SDM rendah.
5.
Teori dalam
pembangunan ekonomi daerah yang umum digunakan, diantaranya :
a.
Teori Basis
Ekonomi
b.
Teori Lokasi
c.
Teori Daya Tarik
Industri
3.2 Saran
1. Dalam penyusunan
anggaran pendapatan, pemerintah daerah diharapkan dapat meramalkan berbagai
dinamika yang mungkin akan terjadi, sehingga tidak perlu dilakukan
perubahan/revisi atas anggaran selama tahun anggaran berjalan.
2. Berbagai langkah
yang telah dilakukan pemerintah daerah untuk mengupayakan pembangunan ekonomi
regional berjalan baik diharapkan terus dipertahankan dan selaiknya dapat
ditiru oleh pemerintah daerah lain yang belum menerapkan.
3. Pemerintah pusat
bekerjasama dengan pemerintah daerah diharapkan dapat segera mengatasi berbagai
faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan, khusunya di wilayah Indonesia
bagian timur yang mengalami ketertinggalan baik dari segi ekonomi dan kualitas
sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA