Kamis, 26 Oktober 2017

Kode Etik Profesi Akuntansi

1    Kode perilaku profesional
Kode etik profesi didefinisikan sebagai pegangan umum yang mengikat setiap anggota, serta suatu pola bertindak yang berlaku bagi setiap pihak yang mengemban profesi. Kode Etik Profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum. Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada penggunanya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Etika profesi akuntansi memiliki komitmen moral yang tinggi, yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan yang khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban profesi akuntansi. Aturan tersebut sebagai aturan main dalam menjalankan profesi akuntansi yang biasa disebut sebagai kode etik yang harus dipatuhi oleh setiap pengemban profesi akuntansi. Setiap profesi akuntansi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus menjalankan kode etik yang merupakan prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku profesionalnya. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi adalah akuntan publik dan penyedia informasi akuntansi.

2    Prinsip-prinsip etika : IFAC, AICPA, dan IAI
A       Kode etik IFAC
Kode etik yang disusun oleh SPAP diadopsi dari sumber kode etik International Federations of Accountants (IFAC) yang diterjemahkan. Jadi tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kode etik SPAP dan IFAC. Adopsi etika oleh Dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak  jago kandang. Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara konsisten untuk kepentingan publik. Seorang anggota IFAC dan KAP tidak boleh menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami perbedaaan aturan dan pedoman beberapa daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang-undangan.
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC :
  • Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya
  • Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau di bawah pengaruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional
  • Kompetensi profesional dan kehati-hatian. Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional
  • Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya
  • Perilaku Profesional. Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

B       Kode perilaku profesional AICPA
Kode Perilaku Profesional AICPA terdiri atas dua bagian :
  • Prinsip-prinsip Perilaku Profesional (Principles of Profesionnal Conduct); menyatakan tindak-tanduk dan perilaku ideal.
  • Aturan Perilaku (Rules of Conduct); menentukan standar minimum. 
Enam Prinsip-prinsip Perilaku Profesional :
  1. Tanggung jawab. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral dalam seluruh keluarga.
  2. Kepentingan publik. Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak dalam suatu cara yang akan melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
  3. Integritas. Untuk mempertahankan dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesional dengan perasaan integritas tinggi.
  4. Objektivitas dan Independesi. Anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik penugasan dalam pelaksanaan tanggung jawab profesional.
  5. Kecermatan dan keseksamaan. Anggota harus mengamati standar teknis dan standar etik profesi.
  6. Lingkup dan sifat jasa. Anggota dalam praktik publik harus mengamati Prinsip prinsip Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan.
C       Kode etik IAI

Aturan etika IAI-KASP memuat tujuh prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan empat panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut. Ketujuh prinsip dasar IAI tersebut adalah :

  1. Integritas. Integritas berkaitan dengan profesi auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung  tinggi  kebenaran  dan  kejujuran.  Integritas  tidak  hanya  berupa kejujuran tetapi juga sifat  dapat  dipercaya, bertindak  adil dan berdasarkan keadaan yang  sebenarnya.
  2. Obyektivitas. Auditor yang obyektif adalah auditor yang tidak memihak sehingga independensi  profesinya dapat  dipertahankan. Auditor yang obyektif adalah auditor yang  mengambil keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh orang lain.
  3. Kompetensi dan Kehati-hatian. Agar dapat memberikan layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang  diperlukan untuk  memastikan  bahwa  instansi  tempat  ia  bekerja atau auditan dapat menerima manfaat dari layanan profesinya berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan, danteknik-teknik yang terbaru. Auditor  hanya dapat  melakukan suatu audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan bantuan tenaga ahli yang kompeten  untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.
  4. Kerahasiaan. Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperolehnya dalam melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik auditan, untuk itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus apabila akan mengungkapkannya, kecuali adanya kewajiban pengungkapan karena peraturan perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya. Dalam prinsip kerahasiaan ini juga, auditor dilarang untuk menggunakan informasi yang dimilikinya untuk kepentingan pribadinya, misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.
  5. Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut. Pengungkapan  yang diijinkan  oleh  pihak  yang  berwenang, seperti auditan dan instansi tempat ia bekerja. Dalam  melakukan pengungkapan ini, auditor  harus mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang mungkin terkena dampak dari pengungkapan informasi ini.
  6. Ketepatan Bertindak. Auditor harus dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor profesional. Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi masyarakat, profesi, lembaga profesi, instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut.
  7. Standar teknis dan professional. Auditor  harus  melakukan  audit  sesuai  dengan standar audit yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia. Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar audit yang mereka tetapkan dan  berlaku  bagi para auditornya,  termasuk  aturan perilaku yang ditetapkan oleh instansi tempat  ia  bekerja.  Dalam  hal  terdapat  perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan profesi dengan standar audit dan aturan instansi, maka permasalahannya dikembalikan kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.
3    Aturan dan interpretasi etika

Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan etika profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Aturan etika :
  1. Independensi, Integritas, dan Obyektifitas
  2. Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
  3. Tanggungjawab kepada Klien
  4. Tanggungjawab kepada Rekan Seprofes
  5. Tanggung jawab dan praktik lain

Dalam prakteknya tak ada etika yang mutlak. Standar etika pun berbeda-beda pada sebuah komunitas sosial, tergantung budaya, norma, dan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas tersebut. Baik itu komunitas dalam bentuknya sebagai sebuah kawasan regional, negara, agama, maupun komunitas group. Tidak ada etika yang universal.


Sumber referensi :

Perilaku Etika Dalam Profesi Akuntansi

1    Akuntansi sebagai profesi dan peran akuntan
Perkembangan profesi akuntansi sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi serta kondisi berbagai badan usaha yang ada. Jika perekonomian tumbuh baik dibarengi dengan kondisi perusahaan yang sehat tentu akan menarik pihak-pihak eksternal untuk memperolah keuntungan dari perusahaan. Pihak–pihak eksternal tersebut mulai dari kreditur yang meminjamkan modal, hingga masyarakat yang tanpa ragu untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Baik kreditur maupun investor sudah pasti berharap modal yang ditanamkannya dikelola dengan baik dan menghasilkan profit semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, profesi akuntansi diperlukan untuk memastikan hal tersebut. Masyarakat berharap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan maupun penilaian atas informasi tersebut dilakukan oleh profesi akuntansi dengan mengutamakan prinsip objektif.

2    Ekspektasi publik
Tanggung jawab perusahaan kepada para kreditur maupun invenstor adalah menghasilkan laba sebanyak-banyaknya. Namun, dalam upaya memperolah laba maksimal harus dibarengi dengan mematuhi aturan dasar yang berlaku di masyarakat. Maka dari itu, ukuran kinerja perusahaan bukan hanya dinilai dari kemampuan untuk menghasilkan profit, lebih dari itu bagaimana perusahaan dapat menyelaraskan dengan aturan baik itu hukum maupun etika yang diharapakan oleh masyarakat. Ekpektasi publik terhadap perusahaan akan berbanding lurus dengan ekspektasi kepada profesi akuntansi. Yang menjadi masalah adalah fakta bahwa profesi akuntansi merupakan bagian dari perusahaan dan juga sebagai penjaga kepentingan masyarakat. Di satu sisi, profesi akuntansi merupakan bagian dari perusahaan yang harus menjalankan tugasnya sesuai dengan keinginan perusahaan. Namun di sisi lain, masyarakat tentunya menginginkan profesi akuntansi untuk tetap profesional dan berpegang teguh pada prinsip objektif dan integritas untuk melindungi kepentingan publik.
Dalam bekerja, profesi akuntansi  dituntut untuk memiliki ketelitian yang tinggi karena perkerjaannya yang harus menyajikan laporan keuangan maupun melakukan pemerikasaan terhadap laporan keuangan. Selain itu, masyarakat mengharapkan profesi akuntansi bekerja dengan independen. Maksudnya, baik itu laporan keuangan yang disajikannya maupun hasil pemeriksaan yang dilakukannya dapat dipercaya dan dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan.

3    Nilai-nilai etika vs teknik akuntansi/auditing
Baik teknik akuntansi maupun auditing dianggap sebagai modal utama yang dimiliki profesi akuntansi untuk melaksanakan proses akuntansi. Namun akibat anggapan tersebut cukup banyak terjadi kasus skandal keuangan akibat kurangnya perhatian terhadap nilai-nilai etika seperti integritas, objektivitas, kejujuran, dan kerahasiaan. Maka dari itu setiap proses akuntansi bukan hanya teknik akuntansi yang menjadi senjata utama, namun juga dibarengi dengan penerapan nilai-nilai etika dengan tujuan manghasilkan pekerjaan yang akuntabilitas, dan dapat diandalkan.
Nilai-nilai etika terdiri dari :
  • Integritas, setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sifat transparansi, kejujuran, dan konsisten.
  • Kerjasama, mempunya kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim.
  • Inovasi, pelaku profesi mampu memberikan nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan metode baru.
  • Simplisitas, pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.

4    Perilaku etika dalam pemberian jasa akuntan publik
Setiap bidang usaha, baik itu produsen barang maupun penyedia jasa memerlukan kepercayaan dari masyarakat, tidak terkecuali jasa akuntan publik. Jika jasa akuntan publik menerapkan standar kualitas yang tinggi disertai rasa tanggung jawab profesionalisme, akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada jasa akuntan publik tersebut. Dari profesi akuntan publik inilah kreditur dan investor mengharapakn penilaian yang bebas, tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan Keuangan oleh manajemen perusahaan. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat yaitu :
  • Jasa Assurance, jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
  • Jasa Atestasi, terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan Prosedur.
  • Jasa Atestasi, suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang Independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
  • Jasa Nonassurance, jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang didalamnya tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringakasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.

Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Sumber referensi :

Rabu, 11 Oktober 2017

Ethical Governance

1. Governance system
Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari  empat unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
  • Commitment on governance
Komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
  • Governance structure
Struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
  • Governance mechanism
Pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
  • Governance outcomes
Hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.

2. Budaya etika
Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian para pemimpinya. Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya etika dilakukan secara top-down. Para eksekutif mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
  1. Corporate credo, pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaaan.
  2. Program etika, sistem yang sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan corporate credo.
  3. Kode etik perusahaan, lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.
3. Mengembangkan struktur etika korporasi
Dalam mengembangkan struktur etika korporasi, suatu perusahaan harus memiliki good corporate governance (GCG). Good corporate governance adalah tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan atau memengaruhi setiap kegiatan perusahaan agar dapat memenuhi keinginan dari masyarakat yang bersangkutan. Penerapan good corporate governance dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individu-individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan (regulatory driven) “memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua pendekatan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan seyogyanya saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat.

4. Kode perilaku korporasi (Corporate code of conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang memuat sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.

5. Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi perlu dilaksanakan secara rutin dengan tujuan perusahaan selalu mengikuti pedoman dan apabila terdapat kesalahan maka dapat cepat diatasi.
Berikut ini, pihak-pihak yang dievaluasi dan cara yang dapat dilakukan untuk kode perilaku yang berkaitan dengan pihak-pihak tersebut :
  • Pegawai
Memberikan pedoman yang lebih rinci kepada pegawai tentang tingkah laku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh perusahaan. Memberikan aturan tentang nilai-nilai kejujuran, etika nilai, keterbukaan, dan kepuasan pelanggan yang dapat meningkatkan suasana kondusif dalam lingkungan kerja sehingga akan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pegawai secara menyeluruh.
  • Pemegang saham
Menambah informasi-informasi yang dapat meyakinkan pemegang saham bahwa perusahaan, dikelola secara hati-hati (prudent), efisien, dan transparan, untuk mencapai tingkat laba dan dividen yang diharapkan oleh Pemegang Saham dengan tetap memperhatikan kepentingan ekspansi usaha.
  • Masyarakat
Menentukan program-program yang (terutama yang berhubungan dengan pengambilan sumber daya alam) tidak merusak keadaan lingkungan terutama tanah, air, maupun udara.

Sumber referensi :

Perilaku Etika Dalam Bisnis

1. Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika
a). Lingkungan internal
Semua hal yang ada atau terjadi didalam perusahaan yang secara langsung memiliki pengaruh terhadap kelangsungan perusahaan atau organisasi.
b). Lingkungan eksternal
Lingkungan eksternal adalah keseluruhan faktor yang berada di luar batas-batas perusahaan yang berpengaruh terhadap setiap tindakan perusahaan serta perilaku karyawan. Pelaku bisnis harus menyadari faktor-faktor eksternal tersebut untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang berpotensi menjadi masalah sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
  • Budaya organisasi
Budaya organisasi mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi atau pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. Perlakuan positif dapat membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sedangkan perlakuan negatif dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, pelanggaran terhadap aturan, hingga tindakan kriminal seperti pencurian.
  • Ekonomi lokal
Secara umum, Kinerja karyawan dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan pertumbuhan ekonomi baik, karyawan cenderung lebih bahagia dan berdampak pada kinerja mereka yang lebih baik. Di lain waktu, saat perekonomian sulit dan tingkat pengangguran tinggi, karyawan dapat menjadi cemas dalam mempertahankan pekerjaan mereka. Kecemasan ini berdampak pada kinerja yang lebih rendah.
  • Reputasi perusahaan dalam komunitas
Penilaian karyawan terhadap perusahaan mereka dilihat dari persepsi masyarakat lokal. Bagaimana penilaian karyawan berpengaruh pada perilakunya. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang, perilaku yang ditujukkannya berpeluang akan sama. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa.

  • Persaingan di industri
Tingkat daya saing dalam suatu industri dapat berdampak etika dari manajemen dan karyawan, terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru bukanlah suatu tantangan berat, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka untuk mengejar uang.

2. Kesaling - tergantungan antara bisnis dan masyarakat
Secara umum, perusahaan adalah sebuah organisasi yang pengelolaannya memiliki struktur yang cukup jelas. Di dalamnya terjadi banyak interaksi antar personal maupun institusi yang terlibat. Oleh karena itu, peluang terjadinya konflik dan penyimpangan sangat mungkin terjadi, baik dalam lingkungan manajemen ataupun personal dalam setiap tim maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan masyarakat sekitar. Berdasarkan fakta tersebut, dapat disimpulkan etika diperlukan sebagai alat pengendali kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri serta mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
Berikut ini dua pandangan pelaku bisnis terhadap tanggung jawab sosial :
  • Pandangan klasik
Menurut pandangan klasik, tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba (profit oriented). Dalam pandangan ini manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan terbesar dari pemilik saham yang merupakan tujuan utama perusahaan.

  • Pandangan sosial ekonomi
Pandangan ini menilai tanggung jawab manajemen bukan hanya menghasilkan laba, namun termasuk didalamnya melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Pandangan ini berpendapat bahwa perusahaan bukan sebuah organisasi yang bertanggung jawab hanya terhadap pemegang saham, tetapi juga terhadap masyarakat.

3. Kepedulian pelaku bisnis terhadap etika
Dalam menjalankan usahanya, pelaku bisnis diharapkan untuk peduli terhadap lingkungan sosial masyarakat. Bukan sekedar memberikan bantuan atau sumbangan dalam bentuk uang, namun lebih dari itu. Tanggung jawab sosial dapat dilakukan dalam bentuk bantuan pendidikan, kesehatan, dan pelatihan keterampilan. Sebagai contoh lain, dari sisi bisnis, pelaku usaha mempunyai kesempatan untuk menjual produknya pada tingkat harga yang lebih tinggi pada saat permintaan pasar sedang naik, pelaku usaha diharapkan untuk tetap menjaga etika dengan tidak memanfaat kesempatan tersebut untuk memperoleh keuntungan yang berlipat ganda sebagai cerminan sikap tanggung jawab sosialnya.
Dalam menciptakan etika bisnis, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
  • Pengendalian diri
Pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun dengan jalan main curang dan menekan pihak lain.

  • Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat. pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial dapat dilakukan dalam bentuk bantuan pendidikan, kesehatan, dan pelatihan keterampilan.

  • Mempertahankan jati diri
Informasi dan teknologi harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

  • Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
  • Menerapkan konsep "pembangunan berkelanjutan"
Pelaku bisnis dituntut tidak mengeksploitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

  • Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
Pelaku bisnis dituntut menghindari sikap-sikap ini, sebagai upaya mencegah tidak terjadi lagi korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

  • Menyatakan yang benar itu benar
Pelaku bisnis tidak menggunakan katabelece dari koneksi serta melakukan kongkalikong dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan kolusi serta memberikan komisi kepada pihak yang terkait.

4. Perkembangan dalam etika bisnis
Berikut ini kronologis perkembangan etika bisnis dari waktu ke waktu :
  • Situasi dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
  • Masa peralihan (tahun 1960-an)
Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.

  • Etika bisnis lahir di AS (tahun 1970-an)
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.

  • Etika bisnis meluas ke Eropa (tahun 1980-an)
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).

  • Etika bisnis menjadi fenomena global (tahun 1990-an)
Tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

5. Etika bisnis dan akuntan
Profesi akuntan di Indonesia diatur dalam kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi, dan juga dengan masyarakat.
Akuntan sebagai profesi diharuskan untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu :
  • Kompetensi,
  • Objektif, dan
  • Mengutamakan integritas.
Sumber refernesi :

Pendahuluan Etika Sebagai Tinjauan

1. Pengertian etika
Kode Etik menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI):
Kode etik adalah sistem norma, nilai, dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik Ikatan Akuntansi Indonesia adalah aturan perilaku, etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya.

2. Prinsip-prinsip etika
Aturan etika IAI-KASP memuat tujuh prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan empat panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut. Ketujuh prinsip dasar IAI tersebut yaitu:
  • Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
  • Kepentingan publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
  • Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
  • Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
  • Kompetensi dan kehati-hatian profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan. Serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat. Dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
  • Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan. Kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
  • Perilaku profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
  • Standar teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

3. Basis teori etika
Menurut Sukrisno (2009) ada banyak teori etika yang berkembang, sehingga harus dibuat pembedannya secara garis besar. Sukrisno membedakan teori etika sebagai berikut:
  • Teori Egoism
  • Teori Utilitarianisme
  • Teori Dentologi
  • Teori Hak
  • Teori Keutamaan
  • Teori etika teonom
4. Egoism
Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri. Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri. Yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.

Sumber referensi :